Berapa banyak yang telah disaksikan oleh bangunan ini sejak awal berdirinya hingga sekarang. Tidak henti peristiwa-peristiwa penting silih berganti mengunjunginya. Momen terakhir adalah ketika Orang Nomor Satu Indonesia saat ini (tahun 2015) ingin menggunakannya lebih sering di masa pemerintahannya. Rasanya memang tempat yang bernama Istana Bogor ini tidak pernah terlewatkan oleh sang “sejarah” untuk diberi ruang dalam bukunya.
Istana Bogor adalah pusat dari kota yang berjuluk kota talas atau kota hujan ini. Lebih dari sekedar karena letaknya yang berada tepat di pusat kota Bogor , bisa dikata kota berpenduduk hampir 1 juta orang ini memang dibangun mengitari bangunan ini.
Sejarah Istana Bogor
Sulit untuk membayangkan bahwa salah satu cagar budaya Bogor ini tidak pernah dibangun untuk menjadi sebuah istana.
Bangunan yang dibangun tahun 1745 ini mulanya diniatkan “hanya” sebagai sebuah tempat peristirahatan.
Gustaaf Willem Baron Von Imhoff, Gubernur Jenderal Belanda di Hindia Belanda ke-27 adalah pencetus idenya. Ia-lah yang memerintahkan pembangunan sebuah tempat peristirahatan mewah yang menjadi cikal bakal Istana Bogor.
Keterpesonaannya terhadap situasi hening dan tenang di Bogor membuatnya memilih tempat ini sebagai tempat persembunyiannya dari panas dan sibuknya Batavia (Jakarta).
Walaupun demikian ada versi lain sejarah yang menyebutkan bahwa para pendatang Eropa menggunakan Bogor sebagai pelarian dari wabah Malaria yang menjangkiti Batavia.
Mansion atau tempat peristirahatan mewah tersebut diberi nama “Buitenzorg” atau “Tempat Tanpa Kecemasan”. Nama yang mencerminkan pandangannya tentang Bogor di tahun 1745-1750.
Istana Bogor di era sebelum Daendels
Pada era 1745-1808, atau era sebelum si “Tangan Besi” atau si “Tanam Paksa Daendels, Buitenzorg langsung menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda. Para Gubernur Jenderal tidak lagi mau menempati istana di Jakarta. Mereka memilih menjalankan roda pemerintahan era tersebut dari tempat ini (walau tidak secara resmi).
Paling tidak 9 orang Gubernur Jenderal Belanda sebelum Daendels sudah bertempat tinggal di cikal bakal Istana Bogor ini.
Aktifitas masyarakat pada masa itu mulai menjadikan tempat ini sebagai sebuah pusat kemasyarakatan.
Pasar Bogor menyusul berdiri di tahun 1770 tidak jauh dari lokasi mansion Buitenzorg.
—–
Di tahun 1750-1753 Perang Banten meletus. Perang ini adalah perang saudara antara Raja Banten kala tersebut Sultan Abul Fathi melawan rakyatnya sendiri dibawah pimpinan Tubagus Buang dan Kyai Tapa.
Perang tersebut mengakibatkan Buitenzorg mengalami kerusakan parah akibat serangan dari pasukan penentang Raja Banten dan Belanda/VOC. Walaupun demikian kerusakan tersebut diperbaiki tidak lama berselang.
Istana Bogor di masa Daendels
Bangsa Indonesia mengenal Herman Willem Daendels sebagai seorang kejam tak berperikemanusiaan.
Perintahnya untuk membangun sebuah jalan yang dikenal sebagai Jalan Raya Pos atau De Grote Postweg juga menimbulkan efek menyengsarakan rakyat masa itu.
Jutaan rakyat Indonesia terimbas oleh kebijakan yang sangat eksploitatif dari sang Gubernur Jenderal yang dikenal bertangan besi ini.
Hanya saja, ada satu sisi yang terlewat dan kurang begitu dijelaskan tentang tokoh yang bahkan di negaranya dikenal sebagai revolusioner ini. Daendels memegang peran penting dalam perkembangan kota Bogor dan lebih spesifik lagi sang Istana Bogor.
Pada masanya lah sayap kiri dan kanan bangunan Istana Bogor dibangun. Bangunan induknya pun dijadikan dua tingkat. Terjadi renovasi besar-besaran terhadap struktur bangunan tempat ini.
Bagi Bogor, ada dual kebijakan Daendels hal yang sangat mempengaruhi perkembangan kota hujan ini.
Pertama, pembangunan De Grote Postweg atau Jalan Raya Pos. Jalur jalan sepanjang 1000 Kilometer yang dibangun hanya dalam satu tahun ini 1808 melintasi Bogor. Jalan ini menjadi urat nadi bagi Bogor di masa tersebut karena menghubungkan Bogor dengan banyak daerah seperti Jakarta dan Cianjur.
Bahkan hingga saat ini, jalur tersebut bahkan masih menjadi urat nadi kota Bogor dalam bentuk jalan Sudirman, jalan Juanda, jalan Suryakencana dan beberapa jalan lain.
Kedua, kebijakannya untuk memindahkan secara resmi pusat pemerintahan Hindia Belanda kala tersebut ke Buitenzorg atau Bogor sekarang. Memang hal tersebut dilakukan karena terpaksa.
Pada masa tersebut Perang antara Inggris dan Perancis (masa Napoleon Bonaparte) sedang berlangsung. Belanda yang memihak Perancis mengalami tekanan dari pasukan Inggris yang mengepung Batavia. Untuk menghindarkan dari serangan pasukan Inggris, Danedels memindahkan pusat pemerintahan Hindia Belanda ke pedalaman dan Buitenzorg atau Bogor adalah tempat yang dipilihnya.
Hal yang menyebabkan Bogor menjadi lebih berkembang secara ekonomi karena pada masa tersebut Bogor adalah pusat pemerintahan Indonesia di masa itu.
Meskipun demikian memang sulit untuk membandingkan efek buruk rakyat Indonesia oleh kebijakan Tanam Paksa , yang lahir di Istana Bogor dengan efek positif.
Daendels memerintah Hindia Belanda tahun 1808 sampai 1811 sebelum digantikan oleh Jan Willem Janssens
Istana Bogor di masa Raffles
Masa pemerintahan Jan Willem Jannsens tidak berjalan lama. Ia tiba di masa genting menggantikan Daendels yang ditarik oleh Perancis karena tenaganya dibutuhkan untuk menjadi pemimpin pasukan dalam perang yang sedang berlangsung.
Hanya dengan kurangnya pasukan di bawah komandonya, Belanda dengan mudah dikalahkan Inggris dibawah pimpinan Sir Thomas Stamford Raffles.
Tokoh yang satu ini meninggalkan dua buah jejak yang hingga kini masih bisa dilihat dalam kaitannya dengan Istana Bogor.
Pertama, rusa totol . Ratusan rusa bernama Axis Axis ini hingga kini masih hidup damai di halaman depan Istana Bogor.
Banyak yang menulis bahwa rusa totol ini didatangkan oleh Daendels kala melakukan renovasi. Hanya hampir tidak mungkin hal tersebut dilakukan dimasa pemerintahan si Tangan Besi pada masanya.
Perang Inggris dan Perancis-Belanda sedang berlangsung di masa tersebut. Rusa Totol sendiri habitat aslinya berasal dari kontinen yang sekarang dikenal sebagai India, Sri Lanka, Bangladesh, Nepal dan Bhutan. Semua tempat ini adalah wilayah jajahan Inggris di masa tersebut. Bisa dikata tidak mungkin rusa totol tersebut didatangkan oleh Daendels , seorang Gubernur Jenderal Belanda dari wilayah Inggris di masa perang.
Kedua, sebuah monumen yang berada di tempat yang dulunya adalah bagian dari Istana Bogor, yaitu Kebun Raya Bogor. Monumen yang dikenal sebagai Monumen Lady Raffles ini merupakan sebuah tanda cinta sang Jenderal kepada istri pertamanya.
Raffles yang merupakan pendiri Kebun Binatang London juga seorang tokoh berpemikiran luas. Dimasanya beberapa gebrakan reformasi sosial bergulir.
Raffles memerintah Hindia Belanda tahun 1811-1816 ketika Inggris menyerahkan kembali wilayah jajahan Belanda di tahun 1816.
Istana Bogor yang dikenal sekarang
Bentuk Istana Bogor yang ada di masa tersebut belumlah seperti yang kita kenal sekarang. Bentuk yang ada sekarang baru ada di tahun 1856-1861 pada masa pemerintahan Charles Ferdinand Pahud. Di masa Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-51 inilah bangunan istana lengkap dan utuh seperti yang kita kenal sekarang.
Bangunan lamanya ? Di tahun 1834, Bogor diguncang gempa bumi hebat. “Buitenzorg” mengalami kerusakan sangat berat. Hampir seluruh bangunan runtuh diguncang gempa tektonik pada 10 Oktober 1834.
Butuh waktu dua pemerintahan gubernur jenderal dari tahun 1851-1861 untuk menghasilkan bentuk yang seperti saat ini. Bangunan lama yang rusak berat diruntuhkan sehingga rata dengan tanah.
Bangunan baru mengambil corak aristektur gaya Eropa di abad 19 dengan satu tingkat. Bentuknya berbeda dengan corak bangunan lama yang mirip dengan Istana Blenheim Palace, kediaman Duke of Malborough.
Pada tahun 1870 Istana Buitenzorg namanya diresmikan menjadi tempat tinggal resmi para Gubernur Jenderal Belanda di Indonesia.
——
Dengan posisinya sebagai tempat tinggal para Gubernur Jenderal membawa efek bagi perkembangan Bogor. Berbagai sarana dan prasarana pendukung mulai dibangun di sekitar istana.
Societeit (sekarang balaikota) yang merupakan tempat berkumpul para sosialita atau pejabat tinggi Belanda didirikan sepelemparan batu dari istana. Hotel Binnenhoff (Hotel Salak the Heritage sekarang) didirikan tahun 1856.
Stasiun Bogor didirikan tahun 1881 untuk memperlancar perjalanan para petinggi menuju Bogor dan mengurangi beratnya perjalanan dengan kereta kuda dari Batavia ke Bogor. Gereja dibangun di sekitar istana (salah satunya Gereja Zebaoth dan juga Gereja Katedral)
Semua yang dilakukan dari dan untuk Istana Bogor tersebut mempercepat perkembangan Bogor sebagai sebuah kota.
Perjalanan panjang sejarah Istana Buitenzorg di tangan Belanda terhenti di tahun 1942 ketika Jepang mengalahkan mereka dalam Perang Dunia II.
Gubernur Jenderal Belanda Tjarda van Starkenborgh Stachouwer adalah nama terakhir dari total 44 Gubernur Jenderal Belanda yang pernah berhubungan dengan Istana Bogor. Ia menyerah kepada Jenderal Imamura dari pasukan Jepang dan dibuang ke Taiwan bersama dengan Hein Ter Poorten, panglima perangnya.
Istana Bogor setelah kemerdekaan Indonesia
Kekuasaan Jepang hanya “seumur jagung”. Di tahun 1945 negara tersebut dikalahkan Sekutu dalam Perang Dunia II.
Belanda yang menginginkan kekuasaannya di Hindia Belanda kembali harus menghadapi kenyataan bahwa Indonesia sudah menyatakan kemerdekaannya.
Pejuang Indonesia di masa Perang Kemerdekaan tahun 1945-1949 di bawah Badan Keamanan Rakyat pernah berhasil mengibarkan bendera di Istana Bogor.
Meskipun demikian secara resmi istana ini berada di bawah wewenang Indonesia terjadi baru di tahun 1949 dengan Pengakuan atas Kemerdekaan Indonesia.
——–
Sejak saat itu Istana Bogor tetap terus mencatatkan diri pada buku sang “Sejarah”. Berbagai peristiwa penting yang terkait dengan bangsa Indonesia terus mengalir dari tempat ini.
Salah satunya adalah peristiwa peralihan kekuasaan dari Orde Lama kepada Orde Baru. Istana Bogor adalah saksi bisu dari peristiwa penyerahan kekuasaan dari seorang bernama Soekarno kepada seorang Soeharto.
Di Istana kesayangannya inilah, sebuah surat terkenal ditulis oleh Soekarno. Surat tersebut dibuat pada tanggal 11 Maret 1966 yang berisikan penyerahan kekuasaan kepada Jenderal Soeharto.
Sebuah surat yang menandai kekuasaan panjang selama 32 tahun rezim Orde Baru. Sesuatu yang masih terus menjadi kontroversi dan perdebatan panjang mengenai ada atau tidaknya. Mungkin kalau Istana Bogor atau sang rusa pengawalnya bisa berbicara mereka bisa menceritakan kisah sebenarnya dari hal tersebut.
Catatan sejarah panjang masih terus berlanjut dengan peran sang istana pada KTT APEC (ASIA PASIFIC ECONOMIC CO-OPERATION). Di tempat inilah dihasilkan yang namanya Bogor Goals atau Target Bogor.
Sebuah kesepakatan yang bertujuan untuk mendorong era perdagangan bebas di zona Asia dan Pasifik. Target yang amat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan perekonomian di negara-negara tersebut.
Momen terakhir yang terkait Istana Bogor adalah ketika walikota Bogor 2015, Bima Arya mewacanakan penggeseran pagar istana lebih ke dalam. Tujuannya untuk memperlebar jalan sehingga bisa mengurangi kemacetan di pusat kota Bogor.
Hasilnya adalah bukan hanya ribuan kecaman dari warga Bogor tetapi juga gerakan #savepagaristanabogor. Gerakan yang menghasilkan tekanan bagi sang walikota dari berbagai sudut dan bukan hanya dari dalam kota Bogor. Pengamat , politisi semua turun berbicara untuk menentang rencana tersebut.
Pada akhirnya, Presiden Indonesia saat ini (2015) turun tangan dengan meminta sang walikota membatalkan / menolak rencana tersebut.
——–
Momen terakhir di tahun ini menunjukkan sebuah hal yang penting. Warga Bogor dan Indonesia tidak akan pernah rela apabila sebuah tempat yang sangat tinggi nilai historis dan memiliki keterikatan erat dengan bangsa ini diutak atik hanya demi kepentingan sesaat.
Perjalanan panjang sejarah yang ada di istana ini jauh lebih berharga dibandingkan kepentingan mengurangi kemacetan atau agar angkot dapat ngetem lebih santai di kota ini. Apalagi tentu akan masih panjang sejarah di masa depan yang akan terus terjadi di Istana Bogor ini di masa yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar