Beberapa tahun terakhir ini restoran ayam goreng makin
marak. Baik dari asing ataupun lokal. Sebut saja CFC, KFC, Texas, dan Wendi's.
sementara yang lokal ada ayam goreng Ny. Suharti, Nila Chandra, Ny. Tanzil, dan
ayam goreng Mbok Berek.
Salah satu restoran ayam goreng tradisional yang masih
disukai adalah Mbok Berek. Masakan ayam khas Yogya ini telah berkembang ke
berbagai kota.
Ratna Djuwita Umiyatsih Rejeki (Ny. Umi), wanita kelahiran
Jogja ini berhasil mengembangkan ayam goreng Mbok Berek di Jakarta. Bagaimana
kiatnya bisa sukses. Wakil Direktur utama PT Weling Simbah Wulung ini
menuturkan kepada Bisnis.
Sebenarnya ayam goreng Mbok Berek sudah dikenal sejak jaman
jepang di yogyakarta, tepatnya di desa Candi Sari, Kec. Kalasan. Penggemarnya
pun banyak. Ciri khas masakannya yaitu satu ekor ayam kampung digoreng utuh
pakai tepung yang dagingnya empuk.
Ayam goreng Mbok Berek itu kini saya kembangkan, baik
dikelola sendiri maupun menggunakan sistem waralaba. Saya adalah cicit dari
Mbok Berek. Saya mulai jualan tahun 1969. Waktu itu sudah menikah dan
dikaruniai seorang anak.
Saat itu saya jualan ayam goreng untuk menambah pendapatan
keluarga, karena gaji suami tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Rumah makan Mbok Berek yang di Yogya hingga kini masih ada.
Dikelola oleh ibu saya, Ny. Nur Indarti.
Saya menggunakan ayam kampung. Saya tidak suka pakai ayam
ras, karena cepat empuk kalau digoreng. padahal sebelum di goreng saya merebus
ayam itu selama dua jam, agar bumbu dan kaldunya meresap kembali kedalam
daging.
Untuk memberikan ciri khas dan memudahkan konsumen
mengingat, saya menggunakan istilah ayam goreng masuk kota, karena masakan ini
berasal dari daerah. Merek nya juga mendapatkan hak paten.
Dari modal nol, kini saya sudah memiliki beberapa restoran.
Hanya kejujuran, keuletan dan ketabahan modal utama saya dalam menjalankan
usaha.
Dengan banyaknya masakan ayam goreng dari luar negri, maka
saya juga mengembangkan usaha seperti itu. Yakni menggunakan sistem waralaba.
Kini saya baru memiliki enam restoran yang dikelola langsung
dan 10 restoran yang bekerjasama dengan pihak lain secara waralaba.
Restoran waralaba cabang pertama di Medan dioperasikan belum
lama ini. Restoran itu diusahakan oleh trio anak muda asal daerah tersebut.
Sebelumnya juga ada di Batam, Bandung dan Kelapa Gading.
Awal tahun ini kami juga akan mengoperasikan 30 cabang lagi
yang tersebar di berbagai kota. Saya bercita-cita untuk membuka cabang
diseluruh daerah. Bahkan dalam jangka panjang saya ingin go internasional. Biar
saya dkatain orang-orang, koq cita-citanya muluk-muluk amat. Tapi tak apa-apa.
saya bercita-cita setinggi langit. Tuhan yang akan menentukannya sampai atau
tidak.
Untuk memenuhi kebutuhan permintaan restoran waralaba itu,
saya mendirikan pabrik dikawasan indistri Cikarang. Di pabrik, kami membuat
bumbu, sambal dan pengepakan ayam beku yang sudah dibumbui.
Dalam menghadapi persaingan ini saya mengutamakan mutu, kebersihan
dan kecepatan.
Manajemen kuno
Saya mengembangkan usaha ini dengan manajemen kuno. Hemat
pangkal kaya, rajin pangkal pandai, kiasan ini selalu saya ingat. untuk
mengembangkan usaha saya selalu berpatokan uang usaha harus kembali untuk
usaha, dan untuk mengembangkan usaha itu.
Karyawan juga menjadi pendukung utama saya. Menurut rencana
saya akan memberikan beberapa rumah tipe 21 kepada karyawan yang terlama.
Sekarang rumahnya masih dalam tahap pembangunan.
Dalam menjalankan usaha ini, saya, suami, anak dan menantu
ikut bergabung sesuai bidang ilmu masing-masing. Suami saya bergabung setelah
dia pensiun dari perusahaan asuransi. Sedangkan anak dan menantu juga sudah
menamatkan perguruan tinggi. Saya bertugas mengontrol restoran yang
dikembangkan dengan sistem waralaba ini.
Reni efita Hendry
Bisnis Indonesia Minggu III, Januari 1997
Sejarah Tangisan Seorang Anak
Sejarah Tangisan Seorang Anak
Adalah Ronopawiro atau yang lebih dikenal dengan nama
Djakiman, menyunting Nini Ronodikromo yang mempunyai panggilan kecil Nyi Rame.
tinggal di Desa Candisari, Yogyakarta. Dari hasil perkawinannya, Nyi rame
mempunyai anak putra-putri yaitu Samidjo Mangundimedjo, Saminten
Pawirosudarsono, Sukinah Mulyodimejo, Tumirah Martohanggono, Saminun dan
Suwarto.
Diantara ke enam putra-putri Nyi Rame, ada salah satu
diantaranya sangat rewel, suka menangis menjerit-jerit, yang istilah jawanya
disebut berek-berek. Tangisan anak kecil yang berek-berek tersebut kelak bukan
hanya akan merubah nama panggilan istri Ronopawiro dari Nyi Rame menjadi Mbok
Berek, melainkan juga dapat mengubah nasib para keturunan Mbok Berek.
Tepatnya tidak diketahui, kapan Nyi Rame menyandang nama
Mbok Berek. dan entah karena siapa pula yang memulai panggilan sehari-hari Nyi
Rame Menjadi Mbok Berek. Yang pasti dengan sebutan barunya itu, Nyi Rame sangat
berlapang dada juga tak menjadikan berang sang suami, Ronopawiro. justru
sebalinya, panggilan Mbok Berek untuk Nyi Rame yang mempunyai nama asli Nini
Ronodikromo ini sangat disukainya. Karena pada kenyataannya memang Nyi Rame
adalah seorang ibu yang mempunyai anak yang suka menangis berek-berek.
Akhirnya Nyi Rame yang mempunyai nama asli Nini Ronodikromo
menyandang nama baru yaitu Mbok Berek. Sebuah nama julukan untuknya karena
anaknya yang sering menangis berek-berek. Ternyata julukan barunya tersebut
memberi kesan sangat familiar dan enak didengar. Sangat membantu Mbok Berek
dalam berjualan ayam goreng. bahkan boleh dibilang "berek" yang
berasal dari"tangisan anak" itu merupakan awal tangis bahagia bagi
Mbok Berek. karena nama yang enak didengar tersebut kian waktu kian populer di
setiap telinga pecinta ayam goreng. Bahkan kelak nama Mbok Berek akan menjadi
sebuah inspirasi penerusnya untuk tetap hidup dengan menjadikan nama Mbok berek
sebagai trade mark sebuah restoran ayam goreng khas Yogyakarta.
Saya Mulai Usaha dari Nol
Waktu remaja saya memang mendalami pendidikan keterampilan.
Saya ikut kursus kecantikan dan menjahit. Dirumah saya membuka salon. Saya juga
memberikan les kepada orang lain.
Waktu remaja sering membantu dan memperhatikan meracik bumbu
ayam goreng di Yogyakarya. Saya juga ikut mempraktekannya. Apa saja jenis
pekerjaan saya kerjakan.
Saya tak pernah memilih pekerjaan.
Saya ingin menguasai semua bidang. Saya senang bekerja
keras. Setelah menikah saya berada di Jakarta, tapi menganggur.
Suami saya sarjana hukum bekerja di ekspedisi muatan kapal
laut.
Perekonomian kami pas-pasan. Gaji bapak cukup untuk satu
minggu saja. Gajinya hanya Rp. 15.000 per bulan, cukup untuk hidup senin-kamis.
Kami tinggal dirumah saudara saya.
Karena tidak cukup uang belanja dari suami, saya berusaha
bekerja untuk menambah pendapatan keluarga. Bermacam barang dagangan saya
usahakan.
Saya pernah mengkreditkan bahan batik, baju, perabotan rumah
tangga dan lain-lain.
Uang untuk membeli barang-barang itu saya dapatkan dari gaji
suami. Setiap awal bulan saya sudah belanja barang dagangan.
Setelah itu saya tagih. Usaha itu tidak berjalan lancar, setiap
saya tagih, orang tidak selalu membayar.
Suatu ketika saya tidak punya uang sama sekali untuk makan.
Terpaksa saya menjual beras ke tetangga.
Saya coba untuk berjualan ayam goreng Mbok Berek. Saya
cicitnya. Orang-orang tidak percaya dan ada juga yang percaya.
Dari situ saya coba untuk berjualan ayam goreng dipasar
cikini. Tempatnya kecil. saya tak punya modal. Saya mengutang dengan pedagang
ayam.
Dan bumbu minta ke tetangga.
Setiap hari saya hanya menggoreng tiga ekor ayam. Kadang
laku kadang tidak. Kalau tidak laku saya bagikan kepada teman-teman dipasar,
karena saya sudah dekat dengan mereka. Begitu sebaliknya,
mereka juga memberikan saya sayur-sayuran atau tempe.
karena sudah baik dengan sesama pedagang dipasar, maka kami
saling memberi apa yang ada.
Bila suami saya menanyakan tentang barang dagangan. saya
katakan saja laku semua, padahal tidak. sebab kalau diberitahu bahwa ayam yang
tak laku itu diberikan kepada orang lain,
maka dia akan tersinggung, karena ayam itu ngutang.
Saya berjualan dengan modal kejujuran. Saya membayar hutang
yang lama dan mengutang yang baru lagi. Tapi kalau saya tidak punya uang saya
katakan kepada pedagang itu tentang dagangan saya yang tidak laku. Tapi saya
perlu lagi tambahan. Saya berprinsip harus jujur.
Tak Pernah Jera
Sedikit demi sedikit saya punya modal dan membuka usaha
ditempat lain. Semuanya saya kerjakan sendiri. Saya tak pernah jera bekerja,
meski usaha jatuh bangun.
Pernah membuka rumah makan di kawasan Jl. Pegangsaan Timur,
terus di Jl. Tanjung karang. Tapi ditutup kena gusur.
Pada 1978 saya membuka lagi di Jl. Prof. Supomo yang
dikontrak selama lima tahun. Disini usaha kami berkembang dan membuka lagi di
Jl. Prof. Supomo No. 10, 14 dan 16 yang kini menjadi kantor pusat, sekaligus
rumah saya.
Bermula dari Petuah Kakek Berbaju Ungu
Bermula dari Petuah Kakek Berbaju Ungu
Suatu senja, Ny Rame menunggu warungnya yang terletak di
Candisari Kalasan, Yogyakarta. Tiba-tiba muncul seorang kakek-kakek yang
berpakaian serba wulung (ungu) masuk ke warungnya.
Dahi orang tua itu berkeringat. Tak tega Ny Rame melihatnya,
Istri Ronopawiro ini bermaksud mengambilkan segelas air putih pelepas dahaga.
Namun sebelum masuk melangkah masuk, tiba-tiba laki-laki tua tersebut bertanya,
"kamu jualan apa?"
"Jualan ayam goreng" jawab Ny Rame singkat. Tanpa
diminta, tiba-tiba kakek tersebut memberi resep cara membuat ayam goreng yang
sedap. Sebagai penjual ayam goreng, tentu Ny Rame memperhatikan petuah orang
asing tersebut.
Setelah kakek asing itu selesai memberi resepnya, Ny Rame
buru-buru ingin mengambilkan air putih. Ia pun pergi kedapur. Dengan air putih
ditangan buru-buru pula ia kembali ke warungnya untuk menemui kakek yang
berpakaian ala orang badui itu. Betapa kagetnya Ny Rame saat tiba di warung
orang tua itu sudah lenyap.
Sejak saat itu, Ny Rame --- yang kemudian dikenal dengan
nama Mbok Berek --- mengingat-ingat resep yang diberikan kakek aneh itu.
Nama Berek sendiri awalnya adalah nama julukan yang
diberikan kepada Ny Rame karena anaknya sering menangis mberek-berek (nangis
sambil teriak-teriak). Sementara petuah kakek berbaju ungu itu diabadikan dalam
nama badan hukum yang menangani francise yang dijual oleh Ny Umi yakni PT
Weling Simbah Wulung yang artinya petuah kakek berbaju ungu.
Beberapa saat sebelum Meninggal, Mbok Berek yang mempunyai 5
orang anak berpesan agar anak-cucunya meneruskan usahanya. "karena itu,
semua anak cucu Mbok Berek berhak memakai nama Ayam Goreng Mbok Berek".
ujar Ny Umi. Ny Umi sendiri merupakan cucu dari anak pertama Mbok Berek yang
bernama Samijo Mangundimejo. "Jadi saya sendiri generasi keempat dari Mbok
Berek. ujar Ny Umi seraya menambahkan saat ini terdapat sekitar 40 rumah makan
"ayam goreng Mbok Berek" diseluruh indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar